1.
Pendahuluan
Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah
satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi lain seperti
pengadaan material, produksi, dan distribusi. Menurut Fisher (1997),
fungsi supply chain pada dasarnya bisa dibedakan menjadi fungsi fisik
dan fungsi mediasi pasar. Kegiatan seperti pengadaan material,
produksi, pergudangan, dan pengiriman termasuk dalam kelompok fungsi
fisik, sedangkan dalam fungsi mediasi pasar termasuk aktivitas riset
pasar, perancangan produk, dan pelayanan purna jual. Kedua aktivitas
ini membawa implikasi biaya-biaya yang berbeda. Kegiatan fisik
mengakibatkan biaya gudang, biaya produksi, biaya pengiriman dan
sebagainya, sedangkan kegiatan mediasi pasar mengakibatkan
biaya-biaya riset pasar, perancangan produk, biaya kelebihan atau
kekurangan produk akibat kesalahan meramalkan permintaan.
Keinginan pelanggan yang beragam dan semakin
tinggi serta persaingan yang ketat mendorong perusahaan-perusahaan
untuk semakin inovatif dalam menciptakan produk-produk baru. Menurut
Handfield & Nichols (2002), sekitar 40% pendapatan (revenue)
perusahaan dewasa ini berasal dari produk-produk baru yang
diluncurkan setahun sebelumnya. Produk-produk seperti kamera digital,
telepon genggam, camcorder, computer, serta produk-produk fashion
berkembang sangat pesat di pasar, baik karena didorong oleh
perkembangan kemampuan teknologi maupun karena selera pelanggan yang
selalu berubah. Selera konsumen yang dinamis disertai kemampuan
supply chain untuk mengantisipasinya mengakibatkan siklus hidup
produk-produk inovatif menjadi semakin pendek. Beberapa tahun yang
lalu, suatu model kamera digital dan camcorder Sony bisa bertaham
selama 10 – 12 bulan di pasar sebelum digantikan oleh model-model
yang lain. Selama tahun 80-an dan 90-an Sony mengeluarkan 572 produk
inovatif, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan keseluruhan produk
baru yang dikeluarkan oleh Aiwa, Toshiba, Sanyo, dan Matsushita.
Dewasa ini, siklus tersebut berkurang hingga sampai 2 – 3 bulan
saja (Jiang, 2003).
Siklus hidup produk yang semakin pendek membawa banyak implikasi
terhadap bagaimana perusahaan bersaing di pasar serta bagaimana
mereka harus mengelola aktivitas-aktivitas supply chain. Makalah ini
akan membahas secara singkat pentingnya fungsi pengembangan produk
pada supply chain serta implikasi semakin pendeknya siklus hidup
produk terhadap supply chain management.
2.
Antara Produk Fungsional dan Produk Inovatif
Menurut Fisher (1997), secara sederhananya kita bisa membedakan dua
kelompok produk yang beredar di pasar, yaitu kelompok produk inovatif
dan produk fungsional. Produk fungsional adalah produk dengan
konfigurasi standar dan siklus hidup panjang. Produk fungsional
biasanya memiliki sedikit variasi. Kebutuhan pelanggan dari waktu ke
waktu relatif tidak berubah. Karena konfigurasinya standar,
variasinya sedikit, dan sikulus hidupnya panjang maka permintaan
terhadap produk-produk seperti ini relatif stabil dari waktu ke waktu
sehingga mudah untuk diramalkan. Produk seperti kertas HVS A4 80
gram, staples, paku payung, Compact Disk (CD), lampu pijar, dan
pensil adalah sebagian contoh produk fungsional.
Produk inovatif memiliki sifat-sifat yang
sebaliknya. Setiap kelompok produk inovatif memiliki variasi sampai
ratusan atau ribuan. Tiap produk hanya akan bertahan sebentar di
pasar dan akan digantikan oleh variasi produk lain yang baru
dikembangkan. Karena karakteristiknya yang demikian, meramalkan
permintaan produk-produk inovatif adalah pekerjaan yang sangat sulit.
Kesalahan ramalannya biasanya jauh lebih besar dibandingkan
produk-produk fungsional. Sebagai konsekuensinya, baik kekurangan
produk (stockout)
maupun kelebihan persediaan sama-sama sering terjadi. Kelebihan
produk akan memaksa perusahaan melakukan penurunan harga secara
besar-besaran (markdown)
di akhir musim jual sedangkan kekurangan produk membuat pelanggan
kecewa dan perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan (opportunity loss).
Tabel 1 di bawah menunjukkan perbedaan karakteristik antara produk
fungsional dan produk inovatif.
Tabel 1 Perbedaan
karakteristik produk fungsional dan inovatif
- AspekFungsionalInovatifSiklus hidupPanjang, bisa lebih dari 2 tahunPendek, antara 3 bulan sampai 1 tahunVariasi per ketegoriSedikit, 10 – 20 variasiBanyak, bisa mencapai ribuanVolume per SKUTinggirendahPeramalan permintaanRelatif mudah, akurasi tinggiSangat sulit, kesalahan ramalan tinggiTingkat kekurangan produk (stockout rate)Hanya 1% - 2%Bisa sampai 10% - 40%Kelebihan persediaan di akhir musim jualJarang karena musim jual sangat panjangSering terjadiBiaya penurunan harga jual (markdown)Mendekati 0%10 – 25%Marjin keuntungan per unit yang terjual dengan harga normalRendahtinggi
Mudah kita mengerti bahwa pengembangan produk menjadi isu penting
pada produk-produk inovatif, tetapi tidak terlalu penting pada
produk-produk fungsional. Namun dalam kenyataanya, produk-produk
fungsional pun dewasa ini banyak yang berubah kearah produk inovatif.
Sebagai contoh, produk-produk seperti pasta gigi dan sabun cuci
sebenarnya tergolong produk-produk fungsional, namun persaingan yang
ketat mendorong para produsen untuk berlomba-lomba melakukan inovasi
untuk menguasai pangsa pasar yang lebih luas dan meningkatkan volume
penjualan.
3. Time
to Market sebagai Faktor Keunggulan Bersaing
Bagi perusahaan yang menangani produk-produk inovatif, kecepatan
meluncurkan rancangan-rancangan yang baru sangatlah penting. Time to
market adalah waktu antara gagasan perancangan produk baru dimulai
sampai produk tersebut dipasarkan. Sebagaimana kita ketahui, proses
merancang produk baru harus melalui berbagai fase kegiatan dan
masing-masing kegiatan tersebut tentunya memakan waktu dan biaya.
Proses dari pencarian ide sampai rancangan siap diluncurkan bisa
cukup lama dan di dalamnya sering kali terjadi pengulangan –
pengulangan untuk menyesuaiakn rancangan dengan informasi-informasi
terbaru yang diperoleh tim perancang. Fase-fase kegiatan dalam
perancangan produk baru, secara umum, adalah:
- Idea generation
- Business / technical assessment
- Product concept
- Product engineering & design
- Prototype design
- Test and pilot production
- Manufacturing ramp up
- Launch
Lamanya waktu antara ide sampai produk baru diluncurkan ke pasar
tentu berbeda-beda antara satu produk dengan produk lain. Misalnya,
untuk produk-produk yang simpel seperti printer waktunya bisa hanya
beberapa bulan, sedangkan produk yang kompleks seperti otomotif
lamanya bisa mencapai 18 – 60 bulan. Produk-produk yang kelihatan
relatif sederhana seperti obat-obatan ternyata juga membutuhkan waktu
pengembangan yang lama karena adanya proses tambahan seperti
pengujian dan registrasi di pihak yang berwenang sebelum produk
tersebut diproduksi. Menurut Prasnikar & Skerlj (2004), waktu
antara pencarian ide sampai obat bisa diluncurkan ke pasar bisa
mencapai sekitar 60 bulan.
Banyak cara yang bisa dilakukan perusahaan untuk memperpendek time to
market. Beberapa diantaranya adalah (i). keterlibatan banyak pihak
mulai dari wakil-wakil bagian (fungsional) di dalam perusahaan maupun
pihak luar seperti supplier dan pelanggan, (ii). Manajemen proyek
yang bagus, (iii). Tim perancangan produk yang solid, dinamis, dan
enerjik, serta (iv). Teknologi yang mendukung.
Keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan
sangat penting dilakukan seawal mungkin untuk menghindari adanya
perubahan mendasar pada rancangan produk setelah memasuki fase-fase
akhir. Bagian produksi misalnya perlu dilibatkan sejak awal untuk
memberikan masukan apakah ide atau konsep sebuah produk akan bisa
dibuat dengan mesin-mesin yang mereka miliki. Secara tradisional,
bagian produksi baru melakukan perancangan proses setelah produk
selesai dirancang. Apabila ada ketidakcocokan pada fase ini, sering
kali rancangan produk harus direvisi. Tentu saja, perubahan pada
fase-fase akhir suatu rancangan produk baru akan menimbulkan tambahan
biaya dan waktu yang tidak sedikit, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2 berikut, karena banyak proses yang harus diulang ke
fase-fase yang lebih awal. Dewasa ini, untuk mengurangi
pengulangan-pengulangan yang mahal dan lama, berbagai aktivitas yang
terkait dengan perancangan dan peluncuran produk baru dikerjakan
lebih dini. Misalnya, perancangan proses manufaktur sudah dimulai
sebelum rancangan produk selesai dibuat. Praktek melibatkan
fungsi-fungsi lain sejak dini dalam perancangan produk serta secara
simultan melakukan kegiatan yang tadinya dikerjakan secara sequensial
(satu sesudah yang lain) dinamakan dengan concurrent
engineering.
Pihak-pihak di luar perusahaanpun sering kali perlu dilibatkan dalam
perancangan produk baru. Dewasa ini, banyak perusahaan yang
melibatkan supplier dalam perancangan produk baru. Mereka diperlukan
untuk memberikan masukan tentang material apa yang cocok untuk suatu
rancangan produk baru dan apakah supplier tersebut nantinya bisa
memasok material yang dibutuhkan. Survey yang dilakukan oleh
Handfield et al. (1999) menunjukkan bahwa keterlibatan
supplier-supplier kunci dalam proses perancangan produk baru
memberikan perbaikan yang signifikan. Salah satu perusahaan yang
banyak melibatkan supplier dalam perancangan produk baru adalah
General Motors (GM). Keterlibatan supplier-supplier kunci mereka
merupakan salah satu kontributor bagi suksesnya GM mereduksi waktu
pengembangan produk dari 60 bulan pada tahun 1996 menjadi hanya 18
bulan pada tahun 2003 (Gutmann 2003).
Tentu saja tidak semua supplier perlu dilibatkan secara dini dalam
perancangan produk baru. Menurut Handfield & Nichols (2002),
supplier untuk item-item yang kompleks dan supplier-supplier kritis
perlu dilibatkan sejak awal, sedangkan supplier-supplier untuk
material atau komponen yang sederhana dan relatif standar bisa
dilibatkan hanya pada fase-fase akhir perancangan produk.
Melibatkan pihak luar dalam perancangan produk
dewasa ini bisa dilakukan dengan lebih mudah karena adanya teknologi
yang bisa digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, GM
menggunakan aplikasi e-Factory
untuk mengkomunikasikan rancangan produk ke supplier-supplier kunci
mereka. Dengan fasilitas ini para supplier kunci, seperti supplier
untuk body systems, bisa bisa mengevaluasi kemungkinan adanya masalah
manufaktur maupun ongkos-ongkos untuk membuat body systems tersebut
nantinya.
4.
Dampak Finansial Keterlambatan
Peluncuran Produk Baru
Keterlambatan dalam meluncurkan produk baru ke
pasar bisa membawa banyak dampak negatif. Pertama, pesaing mungkin
juga meluncurkan produk baru dan bisa merebut pangsa pasar lebih
awal. Kedua, perpanjangan waktu dalam merancang produk baru bisa
mengakibatkan cost overrun yang besar. Akibatnya, seperti yang
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini, perusahaan bukan hanya
terlambat mendapatkan pemasukan (revenue)
dari produk baru tersebut, melainkan juga harus menutupi biaya
pengembangan yang lebih besar. Akibatnya, sedikit keterlambatan dalam
meluncurkan produk ke pasar berakibat cukup besar terhadap
keterlambatan perusahaan mencapai kondisi breakeven
point.
5.
Design for SCM
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang
produk baru semestinya bukan hanya masalah kemudahan untuk
diproduksi, kelayakan jual, biaya, dan waktu pengembangan rancangan
tersebut, namun juga hal-hal lain seperti aspek lingkungan dan
aspek-aspek supply chain management. Rancangan produk yang
mempertimbangkan supply chain management dinamakan design
for SCM. Secara umum design for SCM
mempertimbangkan hal-hal seperti:
- Kemudahan untuk menyimpan, mengirim, dan mengembalikan produk tersebut
- Fleksibilitas rancangan terhadap perubahan permintaan pelangan
- Modularity: banyaknya komponen atau modul yang sama yang bisa digunakan untuk membuat produk akhir yang berbeda
- Aspek lokalisasi: rancangan yang memperhatikan bisa tidaknya sebagian kegiatan perakitan akhir finalisasi) dilakukan di area pemasaran
- Reuseability dari rancangan
Beberapa perusahaan besar menggunakan
prinsip-prinsip tersebut dalam merancang produk mereka. Perusahaan
otomotif biasanya memiliki modul-modul rancangan yang siap untuk
dirakit pada saat ada permintaan dari pelangan. Jadi mereka tidak
merakit komponen atau modul menjadi produk akhir atas dasar ramalan,
melainkan menunggu ada pesanan terlebih dahulu untuk melakukan
kegiaan perakitan. Ini tentu bisa mengurangi mismatch
antara apa yang dibutuhkan oleh pelanggan dan apa yang dibuat oleh
perusahaan. Hewlett Packard, produsen printer kelas dunia,
mempertimbangkan modularity maupun aspek lokalisasi. Ini memungkinkan
HP untuk membuat produk dasar (printer)
secara standar tetapi tetap mengakomodasikan kebutuhan lokal seperti
buku petunjuk yang menggunakan bahasa lokal serta penghubung tenaga
listrik (power plug)
yang berbeda-beda di berbagai negara.
Aspek design
reusability
juga banyak digunakan pada perancangan produk-produk otomotif.
Sebagai contoh, GM maupun supplier-supplier kunci mereka bisa
menggunakan rancangan-rancangan sebelumnya sebagai dasar untuk
mengembangkan rancangan yang berikutnya. Konsep ini pada prinsipnya
bisa digunakan baik pada produk yang sederhana maupun yang kompleks
asalkan produk-produk baru hanya merupakan modifikasi minor dari
produk-produk yang sudah ada (Tan, 2001). Penggunaan konsep
modularity
dan design reusability
ini juga tentunya banyak mengurangi waktu rancang sehingga pada
akhirnya memperpendek time to market.
6.
Zara : Studi Kasus
Berikut ini adalah salah satu kasus yang menceritakan bagaimana
sebuah perusahaan bisa meluncurkan rancangan-rancangan produk
inovatif secara cepat serta bagaimana bagian-bagian lain mendukung
kecepatan respon di perusahaan tersebut.
Zara
Berawal dari sebuah pabrik
piyama dan pakaian wanita di La Coruna, Spanyol, Zara adalah salah
satu perusahaan pakaian yang paling sukses di dunia dalam menerapkan
konsep quick
response.
Perusahaan ini tercatat sebagai satu-satunya jaringan penjual pakaian
kelas dunia yang mampu mengirimkan pakaian jadi ke toko-toko di
seluruh dunia dalam waktu dua minggu setelah proses disain. Kiriman
pakaian datang ke setiap toko dua kali seminggu. Kebanyakan item
hanya berada di sebuah toko kurang dari dua minggu. Kondisi ini
memungkinkan Zara kelihatan ramping (lean), sangat kontras dengan
toko-toko pakaian lain seperti Next, Mark & Spencer, dan H &
M (Inggris), Gap (Amerika Serikat), Benetton (Italia), atau Matahari
di Indonesia.
Di kantor pusatnya, Zara memiliki sekitar 300 orang staf yang bekerja
sebagai disainer, spesiali pasar, dan spesialis pembeli (buyers).
Setiap tahunnya mereka mengeluarkan sekitar 40 ribu rancangan produk
baru dimana sekitar seperempatnya akhirnya dipilih untuk diproduksi.
Usia mereka rata-rata 26 tahun dan memiliki semangat kolegial dan
dinamika yang tinggi dengan kedudukan yang relatif sama tanpa hirarki
yang kaku. Inspirasi rancangan diperoleh dari berbagai kegiatan
internasional seperti pameran, diskotik, majalah, dan peragaan
busana. Di samping itu, mereka memperoleh umpan balik tentang selera
pasar dari setiap toko di seluruh dunia. Para perancang untuk pakaian
anak-anak, pakaian wanita, dan pakaian pria masing-masing menempati
ruangan besar yang modern. Di antara mereka tampak beberapa meja
bundar yang besar dengan kursi yang nyaman serta rak-rak yang berisi
koleksi majalah fashion terbaru dan katalog. Iklim informalitas dan
keterbukaan sangat menonjol di antara mereka.
Disainer bertugas untuk membuat rancangan awal. Rancangan tersebut
kemudian didiskusikan dengan spesialis pasar dan bagian pengadaan
(yang juga berfungsi sebagai perencana produksi). Dilengkapi dengan
peralanan CAD (computer aided design), mereka kemudian merevisi
rancangan sesuai dengan hasil kesepakatan. Setelah rancangan selesai,
proses selanjutnya adalah pembuatan sample. Masing-masing spesialis
pasar bertugas untuk menangani toko-toko tertentu. Selama proses
pengembangan produk baru, komuniasi intensif terjadi antara disainer,
spesialis pasar, buyers, dan manajer toko. Keputusan produk mana yang
akan diproduksi dan seberapa jumlah order dari masing-masing toko
didasarkan atas diskusi-diskusi antara mereka.
Kunci penting dalam merajut
keberhasilan ini adalah integrasi yang erat antara keseluruhan proses
yang terdiri dari disain, pengadaan, produksi, distribusi, dan
retailing.
7.
Penutup
Suatu rancangan produk tidak hanya cukup dilihat dari aspek teknis
produksi dan marketing saja, melainkan juga dari aspek-aspek supply
chain management. Era ekonomi baru yang ditandai dengan kompetisi
yang ketat menuntut banyak perusahaan untuk meluncurkan produk-produk
baru dengan cepat ke pasar. Ini membutuhkan bukan hanya kemampuan
menghasilkan rancangan produk yang bagus, tetapi juga kemampuan untuk
mengelola proyek-proyek perancangan produk secara efisien dan
efektif. Seperti yang dikemukakan oleh Hayes (2002), kemampuan
mengelola proyek dewasa ini menjadi semakin penting, bahkan bagi
perusahaan-perusahaan yang tadinya beroperasi dengan gaya sangat
rutin sekalipun. Di samping itu, kemampua mengelola pengembangan dan
peluncuran produk baru ke pasar juga sangat ditentukan oleh kerjasama
yang erat antar fungsi di dalam perusahaan maupun keterlibatan aktif
pihak-pihak di luar perusahaan, terutama supplier yang akan memasok
komponen, sistem, atau modul-modul yang siap dirakit.
--o00o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar