Sabtu, 12 Januari 2013

Perancangan Produk Baru dalam Perspektif SCM

( klik untuk download versi file .doc )

1. Pendahuluan
Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi lain seperti pengadaan material, produksi, dan distribusi. Menurut Fisher (1997), fungsi supply chain pada dasarnya bisa dibedakan menjadi fungsi fisik dan fungsi mediasi pasar. Kegiatan seperti pengadaan material, produksi, pergudangan, dan pengiriman termasuk dalam kelompok fungsi fisik, sedangkan dalam fungsi mediasi pasar termasuk aktivitas riset pasar, perancangan produk, dan pelayanan purna jual. Kedua aktivitas ini membawa implikasi biaya-biaya yang berbeda. Kegiatan fisik mengakibatkan biaya gudang, biaya produksi, biaya pengiriman dan sebagainya, sedangkan kegiatan mediasi pasar mengakibatkan biaya-biaya riset pasar, perancangan produk, biaya kelebihan atau kekurangan produk akibat kesalahan meramalkan permintaan.
Keinginan pelanggan yang beragam dan semakin tinggi serta persaingan yang ketat mendorong perusahaan-perusahaan untuk semakin inovatif dalam menciptakan produk-produk baru. Menurut Handfield & Nichols (2002), sekitar 40% pendapatan (revenue) perusahaan dewasa ini berasal dari produk-produk baru yang diluncurkan setahun sebelumnya. Produk-produk seperti kamera digital, telepon genggam, camcorder, computer, serta produk-produk fashion berkembang sangat pesat di pasar, baik karena didorong oleh perkembangan kemampuan teknologi maupun karena selera pelanggan yang selalu berubah. Selera konsumen yang dinamis disertai kemampuan supply chain untuk mengantisipasinya mengakibatkan siklus hidup produk-produk inovatif menjadi semakin pendek. Beberapa tahun yang lalu, suatu model kamera digital dan camcorder Sony bisa bertaham selama 10 – 12 bulan di pasar sebelum digantikan oleh model-model yang lain. Selama tahun 80-an dan 90-an Sony mengeluarkan 572 produk inovatif, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan keseluruhan produk baru yang dikeluarkan oleh Aiwa, Toshiba, Sanyo, dan Matsushita. Dewasa ini, siklus tersebut berkurang hingga sampai 2 – 3 bulan saja (Jiang, 2003).
Siklus hidup produk yang semakin pendek membawa banyak implikasi terhadap bagaimana perusahaan bersaing di pasar serta bagaimana mereka harus mengelola aktivitas-aktivitas supply chain. Makalah ini akan membahas secara singkat pentingnya fungsi pengembangan produk pada supply chain serta implikasi semakin pendeknya siklus hidup produk terhadap supply chain management.

2. Antara Produk Fungsional dan Produk Inovatif
Menurut Fisher (1997), secara sederhananya kita bisa membedakan dua kelompok produk yang beredar di pasar, yaitu kelompok produk inovatif dan produk fungsional. Produk fungsional adalah produk dengan konfigurasi standar dan siklus hidup panjang. Produk fungsional biasanya memiliki sedikit variasi. Kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu relatif tidak berubah. Karena konfigurasinya standar, variasinya sedikit, dan sikulus hidupnya panjang maka permintaan terhadap produk-produk seperti ini relatif stabil dari waktu ke waktu sehingga mudah untuk diramalkan. Produk seperti kertas HVS A4 80 gram, staples, paku payung, Compact Disk (CD), lampu pijar, dan pensil adalah sebagian contoh produk fungsional.
Produk inovatif memiliki sifat-sifat yang sebaliknya. Setiap kelompok produk inovatif memiliki variasi sampai ratusan atau ribuan. Tiap produk hanya akan bertahan sebentar di pasar dan akan digantikan oleh variasi produk lain yang baru dikembangkan. Karena karakteristiknya yang demikian, meramalkan permintaan produk-produk inovatif adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kesalahan ramalannya biasanya jauh lebih besar dibandingkan produk-produk fungsional. Sebagai konsekuensinya, baik kekurangan produk (stockout) maupun kelebihan persediaan sama-sama sering terjadi. Kelebihan produk akan memaksa perusahaan melakukan penurunan harga secara besar-besaran (markdown) di akhir musim jual sedangkan kekurangan produk membuat pelanggan kecewa dan perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan (opportunity loss). Tabel 1 di bawah menunjukkan perbedaan karakteristik antara produk fungsional dan produk inovatif.

Tabel 1 Perbedaan karakteristik produk fungsional dan inovatif
Aspek
Fungsional
Inovatif
Siklus hidup
Panjang, bisa lebih dari 2 tahun
Pendek, antara 3 bulan sampai 1 tahun
Variasi per ketegori
Sedikit, 10 – 20 variasi
Banyak, bisa mencapai ribuan
Volume per SKU
Tinggi
rendah
Peramalan permintaan
Relatif mudah, akurasi tinggi
Sangat sulit, kesalahan ramalan tinggi
Tingkat kekurangan produk (stockout rate)
Hanya 1% - 2%
Bisa sampai 10% - 40%
Kelebihan persediaan di akhir musim jual
Jarang karena musim jual sangat panjang
Sering terjadi
Biaya penurunan harga jual (markdown)
Mendekati 0%
10 – 25%
Marjin keuntungan per unit yang terjual dengan harga normal
Rendah
tinggi

Mudah kita mengerti bahwa pengembangan produk menjadi isu penting pada produk-produk inovatif, tetapi tidak terlalu penting pada produk-produk fungsional. Namun dalam kenyataanya, produk-produk fungsional pun dewasa ini banyak yang berubah kearah produk inovatif. Sebagai contoh, produk-produk seperti pasta gigi dan sabun cuci sebenarnya tergolong produk-produk fungsional, namun persaingan yang ketat mendorong para produsen untuk berlomba-lomba melakukan inovasi untuk menguasai pangsa pasar yang lebih luas dan meningkatkan volume penjualan.



3. Time to Market sebagai Faktor Keunggulan Bersaing
Bagi perusahaan yang menangani produk-produk inovatif, kecepatan meluncurkan rancangan-rancangan yang baru sangatlah penting. Time to market adalah waktu antara gagasan perancangan produk baru dimulai sampai produk tersebut dipasarkan. Sebagaimana kita ketahui, proses merancang produk baru harus melalui berbagai fase kegiatan dan masing-masing kegiatan tersebut tentunya memakan waktu dan biaya. Proses dari pencarian ide sampai rancangan siap diluncurkan bisa cukup lama dan di dalamnya sering kali terjadi pengulangan – pengulangan untuk menyesuaiakn rancangan dengan informasi-informasi terbaru yang diperoleh tim perancang. Fase-fase kegiatan dalam perancangan produk baru, secara umum, adalah:
  1. Idea generation
  2. Business / technical assessment
  3. Product concept
  4. Product engineering & design
  5. Prototype design
  6. Test and pilot production
  7. Manufacturing ramp up
  8. Launch

Lamanya waktu antara ide sampai produk baru diluncurkan ke pasar tentu berbeda-beda antara satu produk dengan produk lain. Misalnya, untuk produk-produk yang simpel seperti printer waktunya bisa hanya beberapa bulan, sedangkan produk yang kompleks seperti otomotif lamanya bisa mencapai 18 – 60 bulan. Produk-produk yang kelihatan relatif sederhana seperti obat-obatan ternyata juga membutuhkan waktu pengembangan yang lama karena adanya proses tambahan seperti pengujian dan registrasi di pihak yang berwenang sebelum produk tersebut diproduksi. Menurut Prasnikar & Skerlj (2004), waktu antara pencarian ide sampai obat bisa diluncurkan ke pasar bisa mencapai sekitar 60 bulan.
Banyak cara yang bisa dilakukan perusahaan untuk memperpendek time to market. Beberapa diantaranya adalah (i). keterlibatan banyak pihak mulai dari wakil-wakil bagian (fungsional) di dalam perusahaan maupun pihak luar seperti supplier dan pelanggan, (ii). Manajemen proyek yang bagus, (iii). Tim perancangan produk yang solid, dinamis, dan enerjik, serta (iv). Teknologi yang mendukung.
Keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan sangat penting dilakukan seawal mungkin untuk menghindari adanya perubahan mendasar pada rancangan produk setelah memasuki fase-fase akhir. Bagian produksi misalnya perlu dilibatkan sejak awal untuk memberikan masukan apakah ide atau konsep sebuah produk akan bisa dibuat dengan mesin-mesin yang mereka miliki. Secara tradisional, bagian produksi baru melakukan perancangan proses setelah produk selesai dirancang. Apabila ada ketidakcocokan pada fase ini, sering kali rancangan produk harus direvisi. Tentu saja, perubahan pada fase-fase akhir suatu rancangan produk baru akan menimbulkan tambahan biaya dan waktu yang tidak sedikit, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 berikut, karena banyak proses yang harus diulang ke fase-fase yang lebih awal. Dewasa ini, untuk mengurangi pengulangan-pengulangan yang mahal dan lama, berbagai aktivitas yang terkait dengan perancangan dan peluncuran produk baru dikerjakan lebih dini. Misalnya, perancangan proses manufaktur sudah dimulai sebelum rancangan produk selesai dibuat. Praktek melibatkan fungsi-fungsi lain sejak dini dalam perancangan produk serta secara simultan melakukan kegiatan yang tadinya dikerjakan secara sequensial (satu sesudah yang lain) dinamakan dengan concurrent engineering.

Pihak-pihak di luar perusahaanpun sering kali perlu dilibatkan dalam perancangan produk baru. Dewasa ini, banyak perusahaan yang melibatkan supplier dalam perancangan produk baru. Mereka diperlukan untuk memberikan masukan tentang material apa yang cocok untuk suatu rancangan produk baru dan apakah supplier tersebut nantinya bisa memasok material yang dibutuhkan. Survey yang dilakukan oleh Handfield et al. (1999) menunjukkan bahwa keterlibatan supplier-supplier kunci dalam proses perancangan produk baru memberikan perbaikan yang signifikan. Salah satu perusahaan yang banyak melibatkan supplier dalam perancangan produk baru adalah General Motors (GM). Keterlibatan supplier-supplier kunci mereka merupakan salah satu kontributor bagi suksesnya GM mereduksi waktu pengembangan produk dari 60 bulan pada tahun 1996 menjadi hanya 18 bulan pada tahun 2003 (Gutmann 2003).
Tentu saja tidak semua supplier perlu dilibatkan secara dini dalam perancangan produk baru. Menurut Handfield & Nichols (2002), supplier untuk item-item yang kompleks dan supplier-supplier kritis perlu dilibatkan sejak awal, sedangkan supplier-supplier untuk material atau komponen yang sederhana dan relatif standar bisa dilibatkan hanya pada fase-fase akhir perancangan produk.
Melibatkan pihak luar dalam perancangan produk dewasa ini bisa dilakukan dengan lebih mudah karena adanya teknologi yang bisa digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, GM menggunakan aplikasi e-Factory untuk mengkomunikasikan rancangan produk ke supplier-supplier kunci mereka. Dengan fasilitas ini para supplier kunci, seperti supplier untuk body systems, bisa bisa mengevaluasi kemungkinan adanya masalah manufaktur maupun ongkos-ongkos untuk membuat body systems tersebut nantinya.

4. Dampak Finansial Keterlambatan Peluncuran Produk Baru
Keterlambatan dalam meluncurkan produk baru ke pasar bisa membawa banyak dampak negatif. Pertama, pesaing mungkin juga meluncurkan produk baru dan bisa merebut pangsa pasar lebih awal. Kedua, perpanjangan waktu dalam merancang produk baru bisa mengakibatkan cost overrun yang besar. Akibatnya, seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini, perusahaan bukan hanya terlambat mendapatkan pemasukan (revenue) dari produk baru tersebut, melainkan juga harus menutupi biaya pengembangan yang lebih besar. Akibatnya, sedikit keterlambatan dalam meluncurkan produk ke pasar berakibat cukup besar terhadap keterlambatan perusahaan mencapai kondisi breakeven point.


5. Design for SCM
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang produk baru semestinya bukan hanya masalah kemudahan untuk diproduksi, kelayakan jual, biaya, dan waktu pengembangan rancangan tersebut, namun juga hal-hal lain seperti aspek lingkungan dan aspek-aspek supply chain management. Rancangan produk yang mempertimbangkan supply chain management dinamakan design for SCM. Secara umum design for SCM mempertimbangkan hal-hal seperti:
  1. Kemudahan untuk menyimpan, mengirim, dan mengembalikan produk tersebut
  2. Fleksibilitas rancangan terhadap perubahan permintaan pelangan
  3. Modularity: banyaknya komponen atau modul yang sama yang bisa digunakan untuk membuat produk akhir yang berbeda
  4. Aspek lokalisasi: rancangan yang memperhatikan bisa tidaknya sebagian kegiatan perakitan akhir finalisasi) dilakukan di area pemasaran
  5. Reuseability dari rancangan

Beberapa perusahaan besar menggunakan prinsip-prinsip tersebut dalam merancang produk mereka. Perusahaan otomotif biasanya memiliki modul-modul rancangan yang siap untuk dirakit pada saat ada permintaan dari pelangan. Jadi mereka tidak merakit komponen atau modul menjadi produk akhir atas dasar ramalan, melainkan menunggu ada pesanan terlebih dahulu untuk melakukan kegiaan perakitan. Ini tentu bisa mengurangi mismatch antara apa yang dibutuhkan oleh pelanggan dan apa yang dibuat oleh perusahaan. Hewlett Packard, produsen printer kelas dunia, mempertimbangkan modularity maupun aspek lokalisasi. Ini memungkinkan HP untuk membuat produk dasar (printer) secara standar tetapi tetap mengakomodasikan kebutuhan lokal seperti buku petunjuk yang menggunakan bahasa lokal serta penghubung tenaga listrik (power plug) yang berbeda-beda di berbagai negara.
Aspek design reusability juga banyak digunakan pada perancangan produk-produk otomotif. Sebagai contoh, GM maupun supplier-supplier kunci mereka bisa menggunakan rancangan-rancangan sebelumnya sebagai dasar untuk mengembangkan rancangan yang berikutnya. Konsep ini pada prinsipnya bisa digunakan baik pada produk yang sederhana maupun yang kompleks asalkan produk-produk baru hanya merupakan modifikasi minor dari produk-produk yang sudah ada (Tan, 2001). Penggunaan konsep modularity dan design reusability ini juga tentunya banyak mengurangi waktu rancang sehingga pada akhirnya memperpendek time to market.

6. Zara : Studi Kasus
Berikut ini adalah salah satu kasus yang menceritakan bagaimana sebuah perusahaan bisa meluncurkan rancangan-rancangan produk inovatif secara cepat serta bagaimana bagian-bagian lain mendukung kecepatan respon di perusahaan tersebut.

Zara
Berawal dari sebuah pabrik piyama dan pakaian wanita di La Coruna, Spanyol, Zara adalah salah satu perusahaan pakaian yang paling sukses di dunia dalam menerapkan konsep quick response. Perusahaan ini tercatat sebagai satu-satunya jaringan penjual pakaian kelas dunia yang mampu mengirimkan pakaian jadi ke toko-toko di seluruh dunia dalam waktu dua minggu setelah proses disain. Kiriman pakaian datang ke setiap toko dua kali seminggu. Kebanyakan item hanya berada di sebuah toko kurang dari dua minggu. Kondisi ini memungkinkan Zara kelihatan ramping (lean), sangat kontras dengan toko-toko pakaian lain seperti Next, Mark & Spencer, dan H & M (Inggris), Gap (Amerika Serikat), Benetton (Italia), atau Matahari di Indonesia.
Di kantor pusatnya, Zara memiliki sekitar 300 orang staf yang bekerja sebagai disainer, spesiali pasar, dan spesialis pembeli (buyers). Setiap tahunnya mereka mengeluarkan sekitar 40 ribu rancangan produk baru dimana sekitar seperempatnya akhirnya dipilih untuk diproduksi. Usia mereka rata-rata 26 tahun dan memiliki semangat kolegial dan dinamika yang tinggi dengan kedudukan yang relatif sama tanpa hirarki yang kaku. Inspirasi rancangan diperoleh dari berbagai kegiatan internasional seperti pameran, diskotik, majalah, dan peragaan busana. Di samping itu, mereka memperoleh umpan balik tentang selera pasar dari setiap toko di seluruh dunia. Para perancang untuk pakaian anak-anak, pakaian wanita, dan pakaian pria masing-masing menempati ruangan besar yang modern. Di antara mereka tampak beberapa meja bundar yang besar dengan kursi yang nyaman serta rak-rak yang berisi koleksi majalah fashion terbaru dan katalog. Iklim informalitas dan keterbukaan sangat menonjol di antara mereka.
Disainer bertugas untuk membuat rancangan awal. Rancangan tersebut kemudian didiskusikan dengan spesialis pasar dan bagian pengadaan (yang juga berfungsi sebagai perencana produksi). Dilengkapi dengan peralanan CAD (computer aided design), mereka kemudian merevisi rancangan sesuai dengan hasil kesepakatan. Setelah rancangan selesai, proses selanjutnya adalah pembuatan sample. Masing-masing spesialis pasar bertugas untuk menangani toko-toko tertentu. Selama proses pengembangan produk baru, komuniasi intensif terjadi antara disainer, spesialis pasar, buyers, dan manajer toko. Keputusan produk mana yang akan diproduksi dan seberapa jumlah order dari masing-masing toko didasarkan atas diskusi-diskusi antara mereka.
Kunci penting dalam merajut keberhasilan ini adalah integrasi yang erat antara keseluruhan proses yang terdiri dari disain, pengadaan, produksi, distribusi, dan retailing.

7. Penutup
Suatu rancangan produk tidak hanya cukup dilihat dari aspek teknis produksi dan marketing saja, melainkan juga dari aspek-aspek supply chain management. Era ekonomi baru yang ditandai dengan kompetisi yang ketat menuntut banyak perusahaan untuk meluncurkan produk-produk baru dengan cepat ke pasar. Ini membutuhkan bukan hanya kemampuan menghasilkan rancangan produk yang bagus, tetapi juga kemampuan untuk mengelola proyek-proyek perancangan produk secara efisien dan efektif. Seperti yang dikemukakan oleh Hayes (2002), kemampuan mengelola proyek dewasa ini menjadi semakin penting, bahkan bagi perusahaan-perusahaan yang tadinya beroperasi dengan gaya sangat rutin sekalipun. Di samping itu, kemampua mengelola pengembangan dan peluncuran produk baru ke pasar juga sangat ditentukan oleh kerjasama yang erat antar fungsi di dalam perusahaan maupun keterlibatan aktif pihak-pihak di luar perusahaan, terutama supplier yang akan memasok komponen, sistem, atau modul-modul yang siap dirakit.


--o00o--



Tidak ada komentar: